POTRET TAMAN BERMAIN

POTRET TAMAN BERMAIN

Sampai kapan harus begini??
Inilah pertanyaan yang selalu muncul dari para guru Taman Kanak Kanak.

Sebut saja , bu Wiwik, beliau adalah Kepala TK Alukhuwah, pagi ini beliau berdiri di depan tanan bermain sekolahnya, yang sudah mulai bulan Maret tidak pernah ada anak - anak  bermain di dalamnya.
Sepi, hanya bisa pasrah dan berdoa. Dulu taman bermain sekolah ini selalu ramai, hiruk pikuk guru dan anak selalu terdengar, namun hari ini  bu Wiwik hanya bisa memandanginya dengan penuh harap , suatu saat kelak taman ini akan penuh dengan anak - anak.

Begitu juga penulis, ikut merasakan imbasnya Covid,  kelas play group di sekolah yang dulunya menjadi tempat melepas kejenuhan dan lelah, hari ini sepi tanpa penghuni, BDR juga tidak, lho kenapa...? Ya karna orang tua yang hendak mendaftarkan putra -putrinya  enggan  bahkan menolak masuk play group tahun ini.

Bahkan ada orang tua yang sudah bayar uang pendaftaran sebelum Covid terjadi, meminta uangnya untuk dikembalikan.

Potret ini bukan saja terjadi di lembaga yang penulis kelola, namun ratusan bahkan ribuan lembaga PAUD saat ini merasakannya. Mungkin masih ada permasalahan yang lebih komplit di rasakan yang lainnya,
Sepinya penerimaan murid baru membuat sebuah sekolah swasta tutup, lalu sang kepala sekolah dengan hati yang sedih mencoba menawarkan meja dan seperangkat alat peraga yang sudah ada untuk dijual. Intinya lembaga PAUD nya tutup.

Haruskah ini terjadi, persaingan yang semakin ketat bukan lagi problem yang utama, namun paradigma yang salah juga dari kalangan orang tua,  menjadi penghambat, Orangtua lebih memilih  tempat kursus baca tulis menjadi tempat belajar anak.

Anak langsung didaftarkan di tempat les, tanpa memikirkan pendidikan karakter .Hendaknya pemerintah dan pihak yang berwajib  lebih memperhatikan ini

Komentar